BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) merupakan lembaga yang menangani suatu tindakan korupsi di
Indonesia dengan targetnya adalah rata-rata para pemimpin yang bisa dikatakan
sulit untuk "disentuh" oleh hukum. KPK sendiri merupakan suatu
lembaga yang bagi masyarakat harus ada, hal ini dikarenakan KPK adalah
"polisi" bagi para koruptor kelas "kakap". Jika KPK saat
ini belum terbentuk, maka peluang untuk memperkaya diri dengan harta negara
yang diperoleh dari uang rakyat semakin besar.
Polri
(Kepolisi Republik Indonesia) adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib
(orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti
di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan
bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti,
keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun
keterangan saksi ahli.
KPK dan Polri
pada hakikatnya memang bertugas
membersihkan bangsa Indonesia dari orang-orang yang memiliki rasa ketidakadilan
dan sikap egosentris yang merugikan seseorang atau lebih.
Perseteruan yang kini sedang dihadapi antara KPK dan
Polri, terkait dualisme pengusutan kasus korupsi simulator SIM yang di usut oleh Novel Baswedan kini terbalik
menjadi kasus Novel yang diperiksa oleh Polri.
Ada kesan bahwa pengusutan kasus
korupsi yang melibatkan petinggi Polri itu tersendat. Maklum, polisi sepertinya
tak rela kalau kasus itu ditangani sepenuhnya oleh KPK. Sejak awal, polisi ikut
campur mengusut kasus yang banyak melibatkan oknum polisi tersebut.Kasus penarikan penyidik KPK yang
dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan hal yang wajar
mengingat batas masa tugas penyidik Polri di KPK.
2. Tujuan
Pembuatan Makalah ini bertujuan untuk:
a. membahas masalah yang sedang di hadapi
oleh KPK dan Polri
b. Mengetahui lebih jauh apa yang sedang di
hadapi oleh KPK danPolri
c. Mengetahui sejauh mana Presiden ikut andil
menjadi penengah antar KPK dan Polri
d. Memenuhi salah satu tugas IKN
BAB II
ISI
1.
Polisi
Kepung KPK
Puluhan
polisi yang di antaranya perwira dan berseragam provos mengepung Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat 5 Oktober 2012 malam. Polisi hendak
menjemput paksa Komisaris Novel Baswedan yang merupakan inisiator pengungkapan
kasus korupsi pengadaan simulasi pengemudi. Novel dijemput terkait kasus tahun
2004-nya di wilayah Polda Bengkulu. Dalam kasus itu, Novel pernah disidang
karena pelanggaran etik tetapi kemudian selesai. Novel bertugas di KPK sudah
enam tahun.
Polisi
tiba setelah tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda
empat di korps Lalu Lintas Djoko Susilo selesai diperiksa di KPK sekitar pukul
19.00 WIB. Hingga pukul 22.00 WIB, para perwira dan Provos Mabes Polri itu
masih bertahan di lobi KPK. Mereka belum dapat masuk untuk mengantarkan surat
penjemputan penyidik kepada pimpinan KPK. Beberapa diantara mereka
memperkenalkan diri dari Polda Bengkulu, tempat Novel bertugas dulu.
Wakil
Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana datang ke KPK. Denny hanya mengatakan
akan membela KPK dan langsung masuk ke Gedung KPK. Di luar Gedung KPK, sejumlah
penggiat antikorupsi berunjuk rasa untuk mendukung KPK. Hingga pukul 00.00 WIB,
pengepungan dan demo belum berakhir. Sebelumnya, Wakil Kepala Kepolisian RI
Komisaris Jenderal Nanan Sukarna mengatakan, polisi dapat menjemput paksa
kelimanya. Mereka bisa ditangkap oleh provos karena telah melakukan
pelanggaran. “Menindak itu bukan karena zalim,. Bukan,. Akan tetapi, kewajiban
institusi harus menegakkan aturan, yakni aturan kode etik kepolisian,” ucapnya.
Terkait
pindahnya 28 penyidik Polri ke KPK, Nanan mengatakan bahwa itu merupakan hak
masing-masing penyidik. Akan tetapi, sebaiknya para penyidik itu secara
personal segera mengajukan pensiun dini dari kepolisian. Menurut Nanan,
seandainya mereka keluar dengan alasan gaji atau idealisme, Polri akan tetap
menghargainya. Asalkan mengikuti mekanisme, mundur lebih dulu, baru masuk ke institusi lain. Menurutnya juga, prosedur
administratif harus diikuti.
2.
Masyarakat
Bela KPK
Suasana
di Gedung KPK tadi malam (5/10) memang menegangkan. Sejumlah aparat kepolisian
terlihat berada disekitar Gedung KPK. Mereka antara lain terdiri dari perwira
polisi dari Polda Metro Jaya. Petugas pengaman dalam KPK tidak bisa berbuat
banyak ketika sejumlah polisi berpakaian preman menyatakan hendak masuk ke
Gedung KPK.
Semalam,
sejumlah masyarakat dan sejumlah tokoh masyarakat datang dan membuat pagar
betis di depan gedung KPK. Mereka antara lain Usman Hamid, Anies Baswean,
Fadjroel Rachman, Taufik Basari, dan Saldi Isra, termasuk Wakil Menteri Hukum
dan HAM Denny Indrayana. Semua pegawai KPK yang telah pulnang kerumah juga
kembali ke kantornya.
Upaya
jemput paksa penyidik masih berlangsung alot. Juga ada anggota DPR yang hadir,
yaitu Martin Hutabarat dari Farksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Suasananya masih menegangkan karena
sejumlah polisi masih berada di sekitar gedung.
Menteri
Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan
Djoko Suyanto mengatakan, tidak ada perintah dari Kepala Polri Jenderal (Pol)
Timur Pradopo untuk menjemput paksa penyidik Polri di KPK. Brigjen (Pol) Boy
Rafli Anwar mengatakan, memang ada upaya penangkapan terhadap Komisaris Novel,
salah satu penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Penangkapan itu terkait
kasus lama, yaitu pada tahun 2004. Novel diduga melakukan penganiyayaan berat
terhadap pencuri sarang burung walet. Saat ditanyakan kenapa kasus lama baru
ditangani sekarang. Boy mengatakan, korbannya baru melapor sebulan lalu. Novel
merupakan penyidik andalan di KPK. Ia termasuk yang berani menghadapi polisi
saat dihadang dalam penggeledahan di Korlantas.
Pengamat
kepolisian Bambang Widodo Umar menyatakan, tindakan Polri yang menjemput paksa
penyidiknya yang bertahan di KPK adalah keliru. Hal itu karena Polri bukan
militer lagi, tetapi organisasi sipil yang tunduk pada hukum sipil, yang dalam
hal ini kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Di
Gresik, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menilai, upaya pelemahan KPK
akan berhadapan langsung dengan masyarakat. Ia meminta sejumlah pihak tak bermain-main
dengan upaya pelemahan KPK. “KPK harus di pertahankan, dan jika perlu
ditingkatkan kinerjanya dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.
3.
KPK
Vs Polri, SBY raih “Piala Citra” Rakyat dapat Ilusi
Kisruh
yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri dinilai hanya
menjadi tontonan semu bagi rakyat.
Salah
satu mantan aktivis Forum Kota (Forkot), Jeppri F Silalahi mengatakan, kasus
antara KPK dengan Polri terlihat sangat janggal dan terkesan disutradai jika
dilihat dari kronologis yang terjadi sebelumnya.
Kronologis tersebut menurutnya mulai dari pemanggilan Djoko Susilo ke KPK pada tangal 5 Oktober 2012 lalu yang disusul pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kapolri untuk memberi arahan mengatasi perselisihan KPK dan Polri hingga aksi kedatangan Polda Bengkulu ke KPK untuk menjemput penyidik KPK Kompol Novel Baswedan usai pertemuan SBY dengan Kapolri.
Kronologis tersebut menurutnya mulai dari pemanggilan Djoko Susilo ke KPK pada tangal 5 Oktober 2012 lalu yang disusul pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Kapolri untuk memberi arahan mengatasi perselisihan KPK dan Polri hingga aksi kedatangan Polda Bengkulu ke KPK untuk menjemput penyidik KPK Kompol Novel Baswedan usai pertemuan SBY dengan Kapolri.
Pada
malam saat pengepungan tersebut hadir pula Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny
Indrayana di KPK yang juga ditemani oleh pimpinan KPK Bambang Widjojanto.
Saat itu Bambang menyatakan jika Novel tak bersalah. Padahal publik apalagi
Bambang dan Denny tahu jika yang berhak memutuskan tersebut adalah pengadilan
dan bukan lembaga seperti KPK.
Selanjutnya, setelah kejadian tersebut maka kronologis di hari berikutnya adalah aksi massa dan sejumlah aktivis untuk menyelamatkan KPK. Aksi massa ini kemudian disambut oleh pidato Presiden SBY yang isinya memutuskan KPK berwenang mengusut kasus simulator SIM tapi kehilangan wewenang mengusut korupsi pengadaan barang lainnya di Polri termasuk kehilangan wewenang mengusut rekening gendut. .
Selanjutnya, setelah kejadian tersebut maka kronologis di hari berikutnya adalah aksi massa dan sejumlah aktivis untuk menyelamatkan KPK. Aksi massa ini kemudian disambut oleh pidato Presiden SBY yang isinya memutuskan KPK berwenang mengusut kasus simulator SIM tapi kehilangan wewenang mengusut korupsi pengadaan barang lainnya di Polri termasuk kehilangan wewenang mengusut rekening gendut. .
Kondisi
ini lanjutnya berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat rakyat
berkonflik dengan pemerintah seperti yang terjadi pada kasus Bima, Tiaka,
Mesuji dan lainnya.
Sementara itu
beberapa hari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengucapkan terima
kasih kepada masyarakat yang telah memuji isi pidatonya terkait kisruh antara
KPK dan Polri.
Lebih lanjut
Julian menjelaskan, Presiden senantiasa mengikuti, menyimak, dan memberikan
arahan dan instruksi kepada para menterinya untuk mengambil langkah dalam
menyikapi semua isu publik, termasuk perselisihan KPK-Polri.
4. Meredam Perseteruan Polri-KPK
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan meredam konflik KPK- Polri. Disinyalir
ada yang menunggangi kisruh KPK-Polri dengan membuat situasi makin panas, dalam
rangka pembusukan terhadap Kapolri sampai terjadi suksesi
Suka tak
suka, legowo atau tidak, Polri harus menerima kenyataan ini: pengusutan kasus
korupsi simulator SIM, yang diperebutkan dengan segenap daya oleh ''korps'',
akhirnya diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Begitu pula
upaya penegakan hukum terhadap penyidik KPK, Komisaris Polisi Novel Baswedan,
harus dipertimbangkan lagi karena waktu dan cara penanganannya dinilai tidak
tepat.
Perkembangan
anyar yang mau tak mau sedikit menyodok Polri dan agak melegakan KPK ini
disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta.
Menurut presiden, kasus simulator SIM yang melibatkan Djoko Susilo dan
tersangka lain lebih tepat ditangani KPK.
Dalam
pidatonya yang diapresiasi banyak kalangan itu, presiden juga menyampaikan tiga
hal lain. Pertama, menyangkut perlunya peraturan pemerintah baru terkait
perselisihan penempatan perwira Polri di KPK. Kedua, rencana melakukan revisi
Undang-Undang (UU) KKP kurang tepat dilakukan saat ini. Lebih baik meningkatkan
sinergi antara lembaga penegak hukum dan intensitas pemberantasan korupsi.
Ketiga, KPK dan Polri agar memperbarui nota kesepahaman serta meningkatkan sinergi dan koordinasi, sehingga masalah semacam
ini tidak terulang.
Pidato
presiden itu memang dimaksudkan untuk meredam perseteruan antara KPK dan Polri,
terkait dualisme pengusutan kasus korupsi simulator SIM.
Sebelumnya
ada kesan bahwa pengusutan kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri itu
tersendat. Maklum, polisi sepertinya tak rela kalau kasus itu ditangani
sepenuhnya oleh KPK. Sejak awal, polisi ikut campur mengusut kasus yang banyak
melibatkan oknum polisi tersebut. Konon pula, beberapa hari setelah
penggeledahan di Markas Korlantas Polri oleh KPK, sejumlah perwira menengah
minta diizinkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk mengacak-acak Gedung KPK.
Tapi,
lagi-lagi, kesan kuat yang muncul, polisi ingin tetap cawe-cawe, bahkan mencoba
''mengganggu'' KPK dengan tiba-tiba hendak menangkap Novel Baswedan. Pengamat
hukum pidana dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menyesalkan tindakan
polisi itu karena tidak sesuai dengan standar operasional prosedur Polri.
Akhiar pun mempertanyakan: ''Apa ini murni datang begitu saja atau ada
kaitannya dengan proses penyidikan kasus simulator SIM oleh KPK,'' ujarnya
kepada wartawan GATRA Sujud Dwi Pratisto.
Koordinator
Indonesia Corruption Watch, Danang Widoyoko, tegas mengatakan, ''Kasus Novel
Baswedan itu terkesan dicari-cari polisi.'' Ia mencermati hal itu sebagai
sinyal untuk berusaha membungkam KPK agar kasus simulator SIM tidak merembet ke
petinggi Polri lainnya. Danang mencermati pula bahwa Polri sudah mengikhlaskan
Djoko Susilo, yang kabarnya tidak akan "bernyanyi" macam-macam, untuk
ditangani KPK. ''Yang dikhawatirkan
(oleh polisi), Novel bersama penyidik KPK lainnya bisa saja membidik perwira
tinggi di atas Djoko Susilo,'' Danang menambahkan. Yang juga dikhawatirkan
Polri, kasus simulator SIM itu akan membongkar praktek korupsi di Korlantas,
yang merupakan salah satu mesin uang Polri. Itulah sebabnya, kata Danang, Polri
bernafsu meringkus Novel yang disebut-sebut berani memeriksa para seniornya,
bahkan yang berpangkat jenderal sekalipun.
Menurut
penelusuran Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, terkait
konflik KPK-Polri, khususnya skenario penangkapan Novel Baswedan, ada tiga kubu
di Polri yang punya kepentingan masing-masing. Pertama, kubu yang tidak setuju
dengan cara-cara Polri meluruk ke KPK untuk menangkap Novel. Kubu kedua adalah
kelompok yang diduga tersangkut kasus simulator SIM dan sedang berusaha
menyelamatkan diri agar tidak diperiksa KPK. Adapun kubu ketiga adalah kelompok yang menunggangi kisruh
KPK-Polri dengan membuat situasi makin panas, dalam rangka pembusukan terhadap
Kapolri sampai terjadi suksesi.
Kali ini upaya cawe-cawe Polri, apa
pun motifnya, menjadi antiklimaks. Presiden Yudhoyono, setelah menyimak
perkembangan perseteruan itu cukup lama, termasuk memperhatikan gelombang
desakan masyarakat, akhirnya turun tangan meredam konflik KPK vs Polri. Dalam
hal ini, peran dan sepak terjang Polri dibatasi. Sebagai atasan Kapolri,
presiden tentu berhak melakukan itu, sejauh tidak melanggar hukum dan
perundang-undangan. Ketegangan antara KPK dan Polri pun mereda, setidaknya yang
tampak di permukaan.
5. Komisi III Minta Polisi dan KPK Selesaikan Korlantas Secara Kekeluargaan
Gugatan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri menyangkut tindakan penggeledahan KPK menimbulkan beragam spekulasi terkait penyidikan kasus simulator SIM yang sedang dilakukan KPK. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edy meminta Polri dan KPK menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan. Tjatur menambahkan salah satu pihak sebaiknya ada yang mengalah, karena kesan persaingan tidak sehat antara KPK dan Polri hanya menguntungkan para koruptor.
Terkait isi gugatan proses penyitaan yang dilakukan KPK terhadap barang bukti kasus korupsi simulator SIM, Tjatur mengaku tidak mengetahui detilnya. Ia lebih menyarankan agar KPK dan Polri kembali duduk bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tjatur menjelaskan Komisi III akan terus memantau perkembangan sinergisitas antara KPK dan Polri. Jika tetap tidak didapatkan kinerja harmonis antara KPK dan Polri, Tjatur akan memaksa dua institusi ini untuk berdamai.
Korlantas Polri menggugat KPK terkait penyitaan sejumlah barang bukti kasus korupsi simulator SIM. Korlantas berharap agar dokumen yang tidak ada kaitannya dengan kasus agar segera dikembalikan. Sidang gugatan tersebut akan dimulai awal November 2012 mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun materi dokumen-dokumen yang tidak ada kaitannya dengan simulator SIM agar dikembalikan.
Kuasa Hukum
Korlantas, Juniver Girsang, sebelum melayangkan gugatan, pihaknya sebenarnya
sudah meminta kepada KPK untuk mengembalikan barang bukti yang tak ada
kaitannya dengan perkara itu. Namun, jawaban KPK adalah barang bukti itu sedang
diinventarisir sehingga belum bisa dikembalikan. Adapun barang bukti yang dimaksud ialah hasil penggeledahan KPK
pada 30 Juli lalu yang menggeledah Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terkait
kasus pengadaan simulator kemudi dan mobil pada Korlantas Mabes Polri anggaran
2011. KPK sejak 27 Juli meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan
menjadi penyidikan dengan tersangka DS (Djoko Susilo), mantan Kepala Korlantas
Polri. Pada penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah barang bukti yang dianggap
berkaitan dengan perkara.
Casinos Near Harrisburg - MapyRO
ReplyDeleteFind Casinos Near Harrisburg, Harrisburg, Harrisburg, 부산광역 출장마사지 Lake Havasu, 김포 출장안마 Dowagiac and Waterloo. 바카라 Hotel is 경상남도 출장마사지 located near 경기도 출장마사지 the centre.